Pendidikan Budi Pekerti
Disusun Oleh:
Yova Yoverina (1305040)
13 BKT 09
Dosen Pembimbing :
Dra. Dernawati, M.Pd
Pertemuan
XIII
Keseimbangan
Antara Dunia dan Akhirat dan Kebersihan serta Kesucian
Keseimbangan Dunia dan Akhirat
Mahluk yang Allah di ciptakan didunia ini
berpasang-pasangan ada siang ada malam, ada bumi ada langit, ada matahari ada
bulan ada insan laki-laki ada insan perempuan supaya mereka saling kenal
mengenal, saling menyangi, mencintai, tolong menolong memberi, memberi manfaat
untuk mencari keridhoaan Allah Swt. agar keseimbangan kehidupan seorang insan
tercapai, dunia bahagia akhirat bahagia. diuraikan dalam hadist riwayat Ibnu
Asakir tentang keseimbangan hidup didunia dan akhirat.
لَيْسَ بِخَيْرِ كُمْ مَنْ
تَرَكَ دُنْيَاهُ لِاخِرَتِهِ وَلاَ اخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ حَتّى يُصِيْبُ
مِنْهُمَاجَمِيْعًا فَاِنَّ الدَّنْيَا بَلَاغٌ اِلَى
اْلاخِرَةِ وَلَاتَكُوْنُوْا كَلًّ عَلَى النَّاسِ
"Dari Anas ra, bahwasannya Rasulullah Saw. telah bersabda,
"Bukanlah yang terbaik diantara kamu orang yang meninggalkan urusan
dunianya karena (mengejar) urusan akhiratnya, dan bukan pula (orang yang
terbaik) oarang yang menhinggalkan akhiratnya karena mengejar urusan dunianya,
sehingga ia memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu adalah (perantara) yang
menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban orang lain."
Hadist
tersebut di atas menjelaskan tentang kehidupan manusia yang seharusnya, yaitu
kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan disamping
kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang hanya
mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya Islam
juga tidak mengajarkan umat manusia untuk konsentrasi hanya pada urusan akhirat
saja sehingga melupakan kehidupan dunia.
Dunia
adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup didunia
memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, munum,
pakaian, tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan
diusahakan. Harta juga bisa digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah Swt.,
karena dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri tidak lepas dari harta. Contohnya
sholat memerlukan penutup aurat (pakaian). ibadah haji perlu biaya yang cukup
besar . dengan harta kita bisa membayar zakat, sadaqah, berkurban, menolong
fakir miskin dan sebagainya.
Kehadiran
kita di dunia ini jangan sampai menjadi beban orang lain. Maksudnya janganlah
memberatkan dan menyulitkan orang lain. Dalam hubungan ini, umat Islam tidak
boleh bermalas-malasan, apalagi malas bekerja untuk mencari nafkah , sehingga
mengharapkan belas kasihan orang lain untuk menutupi keperluan hidup
sehari-hari.
Dalam surat al-Qashash ayat 77, Allah mengingatkan:
وبتغ فيما اتىك الله
الدارالأخرة ولاتنس نصيبك من الدنيا وأحسن كما أحسن الله إليك ولا تبغ الفسادفى
الارض إن الله لايحب المفسدين
Artinya; “
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
1. Kehidupan
Akhirat Adalah Tujuan
Allah
SWT berfirman, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat".
Di sini terlihat dengan jelas bahwa yang harus kita kejar adalah kebahagiaan hidup akhirat. Mengapa? Karena di sanalah kehidupan abadi. Tidak ada mati lagi setelah itu. Karenanya dalam ayat yang lain Allah berfirman: "Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya" (QS. Al-Ankabut: 64).
Lalu,
apa arti kita hidup di dunia?... Dunia tempat kita mempersiapkan diri untuk
akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat
terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan,
setelah itu kita tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi. Bila demikian
tabiat dunia, mengapa kita terlalu banyak menyita hidup untuk keperluan dunia?
Diakui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan
hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat.
Selebihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar
dalam urusan dunia.
Coba
kita ingat nikmat Allah yang tak terhingga, setiap saat mengalir dalam tubuh
kita. Tapi mengapa kita lalaikan itu semua. Detakan jantung tidak pernah
berhenti. Kedipan mata yang tak terhitung berapa kali dalam sehari, selalu kita
nikmati. Tapi kita sengaja atau tidak selalu melupakan hal itu. Kita sering
mudah berterima kasih kepada seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada
Allah yang senantiasa memanja kita dengan nikmat-nikmatNya, kita sering kali
memalingkan ingatan. Akibatnya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia
akan selalu menghabiskan waktu kita.
Orang-orang
bijak mengatakan bahwa dunia ini hanyalah keperluan, ibarat WC dan kamar mandi
dalam sebuah rumah, ia dibangun semata sebagai keperluan. Karenanya siapapun
dari penghuni rumah itu akan mendatangi WC atau kamar mandi jika perlu, setelah
itu ditinggalkan. Maka sungguh sangat aneh bila ada seorang yang diam di WC
sepanjang hari, dan menjadikannya sebagai tujuan utama dari dibangunnya rumah
itu. Begitu juga sebenarnya sangat tidak wajar bila manusia sibuk mengurus
dunia sepanjang hari dan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Sementara akhirat
dikesampingkan.
Kemudian
bagaimana mensinkronkan atau menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan
akhirat? Mari kita ikuti kategori ke dua sebagai sambungan penjelasan ayat di
atas.
2. Berusaha Memperbaiki Kehidupan Dunia
2. Berusaha Memperbaiki Kehidupan Dunia
Allah
SWT berfirman: ”Dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan
duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu".
Ayat di atas dengan jelas bahwasannya Allah memerintahkan umat Islam untuk selalu berusaha menggapai kebahagiaan akhirat, tetapi jangan melupakan kehidupan di dunia ini. Meskipun kebahagiaan dan kenikmatan dunia bersifat sementara tetapi tetaplah penting dan agar tidak dilupakan, sebab dunia adalah ladangnya akhirat.
Masa
depan — termasuk kebahagiaan di akhirat — kita, sangat bergantung pada apa yang
diusahakan sekarang di dunia ini. Allah telah menciptakan dunia dan seisinya
adalah untuk manusia, sebagai sarana menuju akhirat. Allah juga telah
menjadikan dunia sebagai tempat ujian bagi manusia, untuk mengetahui siapa yang
paling baik amalnya, siapa yang paling baik hati dan niatnya.
Allah
mengingatkan perlunya manusia untuk mengelola dan menggarap dunia ini dengan
sebaik-baiknya, untuk kepentingan kehidupan manusia dan keturunannya. Pada saat
yang sama Allah juga menegaskan perlunya selalu berbuat baik kepada orang lain
dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Allah mengingatkan: ”Tidakkah
kalian perhatikan bahwa Allah telah menurunkan untuk kalian apa-apa yang ada di
langit dan di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin”
(QS. Luqman: 20).
Untuk
mengelola dan menggarap dunia dengan sebaik-baiknya, maka manusia memerlukan
berbagai persiapan, sarana maupun prasarana yang memadai. Karena itu maka
manusia perlu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, setidaknya keterampilan
yang mencukupi dan profesionalisme yang akan memudahkan dalam proses
pengelolaan tersebut.
Meskipun
demikian, karena adanya sunatullah, hukum sebab dan akibat, tidak semua manusia
pada posisi dan kecenderungan yang sama. Karena itu manusia apa pun; pangkat,
kedudukan dan status sosial ekonominya tidak boleh menganggap remeh profesi apa
pun, yang telah diusahakan manusia. Allah sendiri sungguh tidak memandang
penampakan duniawiah atau lahiriah manusia. Sebaliknya Allah menghargai usaha
apa pun, sekecil apa pun atau sehina apa pun menurut pandangan manusia,
sepanjang dilakukan secara profesional, baik, tidak merusak dan dilakukan
semata-mata karena Allah.
Allah
hanya memandang kemauan, kesungguhan dan tekad seorang hamba dalam mengusahakan
urusan dunianya secara benar. Allah SWT menegaskan bahwa:”Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah kedudukan suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah kondisi,
kedudukan yang ada pada diri mereka sendiri (melalui kerja keras dan
kesungguhannya” (QS. Ar-Ro’d: 11).
Allah
juga mengingatkan manusia karena watak yang seringkali serakah, egois /sifat
ananiyah dan keakuannya, agar dalam mengelola dunia jangan sampai merugikan
orang lain yang hanya akan menimbulkan permusuhan dan pertumpahan darah
(perang) antar sesamanya. Manusia seringkali karena keserakahannya berambisi
untuk memiliki kekayaan dan harta benda, kekuasaan, pangkat dan kehormatan
dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan hak-hak Allah, rasul-Nya dan
hak-hak manusia lain. Karena itu Allah mengingatkan bahwa selamanya manusia
akan terhina dan merugi, jika tidak memperbaiki hubungannya dengan Allah
(hablun minallah) dan dengan sesamanya-manusia (hablun minannaas).
Inilah
landasan yang penting bagi terciptanya harmonisme kehidupan masyarakat. Ia juga
merupakan landasan penting dan prasyarat masyarakat yang bermartabat dan
berperadaban menuju terciptanya masyarakat madani yang damai, adil, dan makmur.
3. Menjaga Lingkungan
3. Menjaga Lingkungan
Sebagai
sarana hidup, Allah SWT melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi. Mereka
boleh mengelola alam, tetapi untuk melestarikan dan bukan merusaknya. Firman
Allah dari sambungan ayat di atas: "Berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan".
Allah
SWT menyindir kita tentang sedikitnya orang yang peduli pada kelestarian
lingkungan di muka bumi, firmanNya; "Maka mengapa tidak ada dari
umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang
daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil
" (QS. Huud ayat 116).
Dalam
kaidah Ushul Fikih dikatakan, Ad-dlararu yuzalu: segala bentuk
kemudharatan itu mesti dihilangkan. Nabi SAW bersabda : "La dlarara
wala dlirara", artinya ialah tidak boleh membahayakan diri sendiri
maupun membahayakan orang lain.
Dari
sini dapat dibuat peraturan teknis untuk mencegah kerusakan lingkungan yang
pada akhirnya membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Pelanggaran terhadap
hal itu, di samping berdosa juga harus dikenai hukuman ta'zir; mulai
dari denda, cambuk, penjara, bahkan hukuman mati tergantung tingkat bahaya yang
ditimbulkannya.
Karena
itu, bila kita ingin terhindar dari berbagai bencana harus ada revolusi total
tentang pandangan manusia terhadap alam sekitarnya. Cara pandang kapitalistik
dan individualistik yang ada selama ini harus diubah. Ini karena menganggap
alam sekitarnya sebagai faktor produksi telah membuat orang rakus, serakah, dan
sekaligus oportunis.
Pandangan
hidup untuk berkompetisi berdasarkan pada teori Survival on the fittes
membuat manusia merusak harmoni kehidupan. Ketidak percayaan pada nikmat Allah
yang tiada terhitung membuat manusia membunuh sesama makhluk Allah demi
memuaskan kebutuhannya
Kehidupan
dunia dan akhirat bagaikan mata rantai yang tak terpisahkan, kehidupan dunia
harus dinikmati sebagai rahmat Allah, dan dijadikan persiapan untuk menuju
kehidupan yang hakiki yang penuh kebahagiaan, yaitu akhirat.
Lebih jauh lagi
Nabi menegaskan
اَلْمُؤْ مِنُ اْلقَوِيُّ
خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ اْلمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ
اِحْرِصْ عَلَى مَايَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِا للهِ وَلَاتَعْجِرْ
“Mukmin yang
kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh allah dari pada mukmin yang lemah,
sedangkan pada masing masing ada kebaikannya. Bersemangatlah kamu untuk
mencapai sesuatu yang bermanfaat bagimu. Mohonlah pertolongan kepada allah dan
janganlah kamu merasa tidak berdaya.”
Rasulullah memotivasi kita agar kita
mmenjadi mukmin yang kuat karena allah menyukai mukmin yang kuat . Dalam
mencapai seseuatu yang bermanfaat kita harus bersemangat. Bersemangat
dalam melakukan sesuatu yangt bermanfaat harus juga tetap di iringi dengan
memohon pertolongan allah agar dipermudah jalannya Sebagai umat islam
kita dilarang menjadi umat yang lemah karena dapat merugikan diri sendiri
لَاءَنْ يَاءْخُذَ اَحَدُ
كُمْ اَحْبَلاً فَيَأْ خُذَحُزْمَةً مِنْ حَطَبٍ فَيَبِيْعَ فَيَكُفَّ اللهُ بِهِ
وَجْهَهُ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ اُعْطِيَ اَمْ مُنِعَ ) رواه
البخارى عن الزبير بن العوام(
Artinya:“Sungguh
jika salah seorang diantara kamu membawa seutas kayu bakar lalu kayu itu dijual
sehingga allah mencukupkan kebutuhan hidupnya dengan hasil jualannya itu lebih
baik dari pada meminta minta kepada orang lain, baik di beri maupun di tolak
(tidak diberi)”
Dalam memenuhi kebutuhan hidup kita
harus bekerja keras, mMenjalaini pekerjaan dengan hati yang ikhlas dan
tanpa rasa minder walaupun pekerjaan itu diremehkan oleh orang lain. Jika mau
bekerja allah berjanji akan mencukupkan kebutuhan kita. Meminta
minta merupakan perbuatan yang di benci dalam islam oleh karena itu kita
dilarang untuk melakukannya,.
اِعْمَلْ لِدُ نْيَكَ
كَاءَنَّكَ تَعِيْسُ اَبَدًا وَعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَاءَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا )رواه البيهقى (
Artinya :
“bekerjalah untuk duniamu seakan akan kamu akan hidup selamnya dan bekerjalah
untuk akhiratmu seakan akan kamu akan mati besok.”
Dalam
mengerjakan sesuatu kita harus bersungguh sungguh melakukannya agar hasilnya
baik. Namun disaat beribadah kepada allah kita harus dengan setulus hati
beribadah kepada-nya seakan akan kita tidak akan pernah hidup lagi (mati besok)
Perintah
kerja keras, tekun dan ulet dengan tidak melalaikan kewajiban pokok untuk
persiapan kampung akhirat
1. Kerja
keras
Kerja keras yaitu melaksanakan suatu pekerjaan dengan gigh tanpa mengenal
lelah sesuai dengan kemampuannya sehingga mendapat hasil yang maksimal.
Setiap orang pasti mempunyai kebutuhan masing masing, untuk memenuhi
kebutuhannya manusia harus bekerja keras. Seperti bagaimana yang telah
dicontohkan oleh rasullah saw. Beliau senang bekerja keras mulai dari kanak
kanak sampai dewasa, bahkan ketika sudah menjadi nabipun beliau masih tetap
bekerja keras.
2. Tekun
Tekun adalah rajin/telaten dalam melaksanakan suatu pekerjaan, sehingga
akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Orang yang tekun akan bersungguh
melakukan apa yang menjadi kewajibannya demi mendapatkan apa yang ia inginkan.
Allah telah menjamin oramng yang tekun dalam melaksanakan perintahnya baik
urusan dunia maupun akhirat di jamin mendapatklan keberhasilan.
3. Ulet
Ulet yaitu berusaha dengan berbagai cara yang positif sehingga usahanya
berhasil dengan memuaskan. Orang yang ulet dalam berusaha tidak akan pernah
putus asa kalau usahanya belum berhasil, dan orang itu akan berusaha mencari
jalan lain agar usahanya berhasil.
Allah berfirman dalam Surah Yusuf ;87, yang di dalamnya terdapat larangan
untuk berputus asa.
ولا تيئسوأ من روح الله إنه
لا يايئس من روح الله الا القوم الكفرون
Artinya:
“…dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat allah, sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat allah melainkan kaum yang kafir”
4. Teliti
Teliti adalah perilaku cermat dan hati hati dalam melakukan suatu tindakan/pekerjaan.
Sesuatu yang di lakukan dengan teliti akan menghasilkan hasil yang lebih baik
disbanding dengan tergesa tega/ gegabah
Macam-macam keseimbangan dalam hidup
Allah telah memberikan predikat
kepada umat islam sebagai umat yang pertengahan, yaitu umat yang berada di
tangah-tengah antara umat-umat lainnya. Umat yang berada di tengah karena mampu
menyeimbangkan dan meratakan amal dalam seluruh aspek kehidupan ini. Allah
Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا .
Artinya: 143. dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat
Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
“(Al-Baqarah: 143)
Umat Islam menjadi umat pertengahan dan mampu
menjadi saksi bagi umat-umat yang lainnya, karena mempnyai beberapa kelebihan.
Diantaranya adalah:
Pertama,Seimbang
antara Ilmu dan Amal
Seoarang muslim dalam hidupnya harus bisa
menyeimbangkan antara ilmu dan amal. Tidak boleh hanya menekankan ilmu saja,
tanpa diimbangi dengan amal perbuatan yang nyata. Sifat seperti ini adalah
sifat yang dimurkai oleh Allah Subhanahu Wata’ala, Sebagaimana dijelaskan dalm
firman-Nya, dalam (Surat Shof ayat 2-3).
Artinya: “2. Wahai orang-orang yang
beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?3. Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.
Mengatakan sesuatu yang
tidak dikerjakan , artinya seseorang hanya berkutat pada teori belaka dan
berjalan di atas konsep yang kosong. Dia menjadikan ajaran islam hanya sebagai
Islamologi, ilmupengetahuan tentang
islam yang hanya dibicarakan, didiskusikan dan diseminarkan tanpa ada praktik
dalam kehidupan sehari-hari. Lebih Ironis lagi, amalan sehari-harinya justru
bertentangan dengan ajaran Islam yang biasa dibicarakan di berbagai tempat.
Ini adalah sifat
orang-orang yahudi . mereka dikaruniai oleh Allah ilmu yang sangat banyak,
tetapi perbuatan mereka tidak mencerminkan ilmu yang dimiliki, justru digunakan
untuk membuat kerusakan di muka bumi dengan menipu dan membodohi orang lain
demi kepentingan dunia mereka. Orang-orang yahudi inilah yang dimurkai Allah di
banyak tempat dalam Al-Qur’an. Disisi lain, umat islam juga tidk boleh hanya
menekankan amal ibadah saja tanpa diimbangi dengan ilmu yang cukup. Sebelum
beramal harus diketahui dulu teori dan ilmunya,. Sehingga diharapakan amal yang
dilakukan tersebut benar tidak menyeleweng.
Sehingga dia akan berjalan pada jalan yang
lurus dan benar yang akan mengantarkannya pada tujuan. Beramal tanpa disertai
ilmu yang cukup akan menyebabkan seseorang tersesat dijalan, sehingga tujuannya
tidak akan tercapai . Inilah yang dilakukan oleh orang-orang Nashrani yang
bersemangat di dalm beribadah, tetapi malas menuntu ilmu sehingga di cap oleh
Allah semoga umat yang sesat.
Allah telah menggambarkan ketigs umat ini
dengan cirinya masing-masing di dalam surat Al-Fatihah,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦)صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (٧)
Artinya:”6. Tunjukilah Kami jalan yang
lurus,
7.
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
Jalan yang lurus adalah jalannya umat
islam, yaitu umat yag menggabungkan antar ilmu dan amal secara bersamaan.
Sedang jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah adalah jalannya umat Yahudi
yang hanya menekankan kilmuan dan kosong dari pengamalan. Sedang jalan-jalan
orang-oran yang sesat adalah jalannya umat Nashara yang hanya semangat dalam
beribadah, tapi tidak punya bekal ilmu yang cukup.
Kedua, Seimbang antara rasa takut
dan harapan
Seorang muslim di dalm hidupnya tidak
boleh selalu di liputi rasa takut terhadap dosa-dosa yang dikerjakannya,
sehingga menimbulkan rasa putus asa terhadap rahmat dan ampunan dari Allah.
Sebaliknya pula, dia juga tidak boleh berlebihan di dalam menghrap rahmat dan
ampunan Allah sehingga meremehkan dosa-dosa yang dikerjakan, bahkan menggap
enteng dosa besar dengan dalil bahwa Alla adalah Maha Pengampun.
Muslim yang baik menggabungkan antara kedua hal diatas, Yaitu
menggabungakn rasa takut terhadap siksaan karena dosa-dosanya karena waktu yang
sama, dia sangat mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya. Dua hal ini merupakan
dua sayap orang muslimyang baik, sehingga dengan keduanya dia mampu terbang
keangkasa dengan bebas dan penuh percaya diri. Jika salah satu dari kedua sayap
itu tidak ada, maka secara otomatis dia aka terjatuh dalm jurang kehancuran
dunia dan akhirat kelak.
Allah SWT telah menggambarkan dengan indah
kedua hal tersebut yang terdapat dalam diri seorang muslim yang baik.
أُولَئِكَ
الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ
مَحْذُورًا (٥٧)
Artinya: “57. orang-orang yang mereka
seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka[857] siapa di antara
mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut
akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
Ketiga, Seimbang
di dalam menjalankan ajaran agama. Sehingga tidak bersikap berlebihan (ifraath)
dan juga tidak bersikap meremehkan (tafriith)
Seorang muslim tidak boleh berlebih-lebihan dalam menjalankan ajaran
Islam, yaitu melampui batas dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Misalnya belebih-lebihan dalam melaksanakan shalat Tahajud sehingga
tidak ada waktu tidur sama sekali, yang membuatnya lemah dan kusut pada pagi
hari, serta tidak semngat menjalani kehidupan sehari-hari karena belum
istirahat semalam penuh. Begitu juga seorang muslim tidak boleh melakukan
puasa” ngableng” (puasa setiap hari) tanpa berbuka sedikitpun, atau membujang
selamnya, tidak mau menikah dengan seorang perempuan dengan dalih bahwa menikah
itu akan melalaikan ibadahnya.
Itu semua adalah bentuk-bentuk berlebih-lebihan di dalam menjalankan
ajaran agama yang dilarang di dalam Islam. Islam mengjarkan kepada umatnya
untuk selama seimbang di dalam iadah dan muamalhnya. Dalam suatu Hadist yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata:
عن ابي
هريرة رضي الله عنه قا ل:قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم: ان الدين يسر ولن يشا
دا الدين احد الى غلبه فسددوا وقاربوا وابشروا واستعينو بلغدوة والروحة وشيء من
الد لجة
Artinya: “Sesungguhnya agama itu
mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit diri berlebih-lebihan) didalam
mengamalkan agama ini, kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit)
maka mereka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan
berilah kabar gembira dan minta tolonglah dengan Al-Ghadwah (berangkat di awal
pagi) dan ar-ruh (berangkat setelah dzuhur) dan sesuatu dari ad-duljah
(berangkat diwaktu malam)”. (HR. Bukhari, No.38)
Allah SWT juga melarang umat-umat
terdahulu untuk tidak berlebihan di dalam mengamalkan agama. Sebagaimana
larangan Allah dalam (Q.S Al-Maidah:77) yang berbunyi:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ
وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا
وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ (٧٧)
Artinya:”77. Katakanlah: "Hai ahli
Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak
benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang
telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah
menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang
lurus".
Disamping larangan berlebih-lebihan di
dalam meelaksanakan ajaran agama Islam, seorang Muslim dituntut juga untuk
tidak meremehkan dan bermalas-malasan. Jadi harus seimbang dan bersikap wajar.[1][1]
Keempat,
keseimbangan antara dunia akhirat
Muslim yang baik dituntut untuk memikirkan
dan mempersiapkan diri untuk mencari bekal yang akan dibawa yang akan dibawanya
ke alam akhirat kelak, pada saat yang sama dia tidak boleh melupakan
keberadaanya di dunia yang di jalani ini, sebagaimana hadist Rasulullah SAW:
ليس بخير
كم من ترك دنياه لما خرته و لا اخرته لد نيا ه حتى يصيب منهما جميعا فان الد نيا
بلا غ الى الا خرة و لما تكو نوا كل على النا س (بن عساكر عن انس)
Artinya: “Bukankah orang yang paling baik diantara kamu orang yang
meninggalkan kepentingan dunia untuk mengejar akhirat atau meninggalkan akhirat
untuk mengejar dunia sehingga dapat memadukan keduanya. Sesungguhnya kehidupan
dunia mengantarkan kamu menuju kehidupan akhirat. Janganlah kamu menjadi beban
orang lain”.(H.R. ‘Asakir dan Anas)[2][2]
Dari hadist tersebut diljelaskan bahwa ada sebagian orang yang
menugutamakan akhirat dari pada kehidupan dunia, oleh karena itu dia akan terus
berdzikir dan beribadah kepada Allah dan melalaikan kehidupan dunia. Cara hidup
seperti ini bukanlah cara hidup yang baik menurut Rasulullah.
Ada pula orang yang lebih mengutamakan kehidupan didunia dari pada
kehidupan akhirat, oleh karena itu dia akan terus bekerja untuk mengejar dunia,
sehingga ia lupa akan Allah. Cara hidup seperti ini juga bukanlah cara hidup
yang baik menurut Rasulullah. Kehidupan yang baik ialah kehidupan seseorang
yang mampu mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya dengan menyadari
bahwa hidup didunia akan ada akhirnya, dan bekal bekal hidup di akhirat
hanyalah amal shaleh yang kita lakukan selam hidup didunia. Dan ada Hadist nabi yang juga menganjurkan
untuk seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat yaitu:
خيركم من
لم يترك اخرته لدنياه ولادنياه لاخرته ولم يكن كلا على الناس(رواه الخطيب عن انس)
Artinya: “orang yang paling baik diantarakamu ialah, barang siapa yang
tidak meninggalkan akhiratnya karena dunianya, tidak pula meniggalkan dunianya
karena akhiratnya dan dia tidak menjadi beban orang banyak”.[3][3]
Sebagai umat Islam kita dilarang untuk menjadi beban orang lain, maka
dari itu kita harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan
kemampuan kita sendiri.
Rasulullah SAW memotivasi kita agar kita menjadi mukmin yang kuat, karena
Allah menyukai mukmin yang kuat. Dalam mencapai sesuatu yang bermanfaat kita
harus bersenmangat dan juga diiringi dengan memohon pertolongan Allah agar
dipermudah jalannya. Sebagaimana Hadis Nabi Muhammad SAW:
عن ابى
هريرة رضي الله عنه المؤ من القوي خير واحب الي الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير
احرص على ما ينفعك واستعين باالله ولما تعجز(رواه مسلم)
Artinya: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah
dari pada mukmin yang lemah, sedangkan pada masing-masing ada kebaikannya.
Bersemangatlah lkamu untuk mencapai sesuatu yang beermanfaat bagimu. Mohonlah
pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu merasa tidak berdaya”.(H.R. Muslim)
Dalam mengerjakan sesuatu kita harus bersungguh-sungguh melakukannya agar
hasilnya baik, namun disaat beribadah kepada Allah kita harus dengan dengan
setulus hati bribadah kepada-Nya seakan-akan kita tidak akan pernah hidup lagi
(mati besok).Sebagiamana hadist Nabi:
اعمل
لدنياك كاانك تعيش ابد وعمل لماخرتك كانك تموت غدا(رواه البيهقي)
Artinya:“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup
selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok”.[4][4]
Keseimbangan Pendidikan menurut Islam
Didalam al-Qur’an telah
berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan niscaya
kehidupan manusia akan menjadi sengsara.
Tidak hanya itu, al-Qur’an bahkan memposisikan manusia yang memiliki
pengetahuan pada derajat yang tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11
menyebutkan:
يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:.” Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Al-Qur’an juga telah menerangakn manusia agar mencari ilmu pengetahuan,
sebagaimana dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:
فَلَوْلا
نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
(١٢٢)
Artinya: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Dari sini kita dapat mengetahui pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan
hidup manusia. Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik
dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan
yang membawa madharat.
Dalam sebuah sabda Nabi Muhammad SAW, dijelaskan :
طلب العلم
فريضة علئ كل مسلم ومسلمة
Artinya:“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim laki-laki dan
perempuan”.(H.R. Ibnu Majah)
Hadist tersebut menunjukkan bahwa islam
mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan pengetahuan. Yaitu,
kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan. Islam menekankan akan
pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia akan bejalan mengarungi
kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat manusia
semakin terlunta-lunta kelak dihari akhirat.[5][5]
Orang yang mempunyai ilmu dengan orang yang tidak mempunyai ilmu itu
sangatlah beda. Karena orang yang mempunyai ilmu itu meskipun hidupnya itu dalam keadaan faqir, tentupun
orang itu akan tetap terasa nyaman tentram dalam hidupnya, dengan ilmu tadi
oang tersebut bisa menerima rizqi dari Allah SWT dengan ikhlas sehingga oaran
tersebut akan bersyukur dengan segala apa yang diberiakn oleh Allah.
KEBERSIHAN DAN KESUCIAN
Pengertian Kebersihan
Kebersihan
adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan lingkungannya dari segala yang
kotor dan keji dalam rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat
dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat
adalah salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, kotor
tidak hanya merusak keindahan tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit, dan sakit merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penderitaan.
Hadits Rasulullah SAW :
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ
فِيْھِمَاكَثِيْرٌمِنَ النَّاسِ الصَّحَّةُ وَالْفَرَاغُ٠ ﴿رواﻩ البخاري﴾
Artinya : “Dua
kenikmatan yang banyak manusia menjadi rugi (karena tidak diperhatikan),
yaitu kesehatan dan waktu luang”. (HR. Al-Bukhari)
Pengertian sehat sesuai
dengan UU No. 23 tentang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Terkait tentang hal tersebut, al-qur’an juga mempunyai
istilah-istilah tersendiri dalam mengungkapkan istilah kata kesehatan.
Begitu pentingnya kebersihanmenurut islam, sehingga
orang yang membersihkan diri atau mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh
Allah SWT, sebagaimana firmannya dalam
surah Al-Baqarah ayat 222 yang berbunyi :
.......ﺍِنَّﷲَيُحِبُّ
التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَﻬِّرِيْنَ
Artinya : “........Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
orang-orang
yang menyucikan / membersihkan diri”. (Al-Baqarah : 222)
Kebersihan itu bersumber
dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian kebersihan dalam
islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu sering juga
dipakai kata “bersuci” sebagai padaman kata “membersihkan / melakukan
kebersihan”. Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka,
tetapi harus dijadikan pola hidup praktis, yang mendidik manusia hidup bersih
sepanjang masa, bahkan dikembangkan dalam hukum islam.
Selain dari itu orang
muslim dicegah dari minuman yang akan mengancam keselamatan / kesehatan dirinya
sebagaimana dipertegas dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90.
Didalam kitab-kitab
fikih (ajaran Hukum Islam), masalah yang berkaitan dengan kebersihan disebut
“Thaharah”. Secara etimologi berarti “kebersihan”. Kata Thaharah tercantum
didalam Al-Qur’an ditempat yang jumlahnya lebih dari 30. Makna Thaharah
mencakup aspek bersih lahir dan bersih batin. Bersih lahir artinya terhindar
(terlepas) dari segala kotoran, hadas dan najis. Sedangkan bersih batin artinya
terhindar dari sikap dan sifat tercela.
Agama islam menghendaki
dari umatnya kebersihan yang menyeluruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, Agama
Islam memberikan tuntutan dan petunjuk tata cara ber-Thaharah (bersuci) dan
menjaga kebersihan.
Agama Islam adalah agama yang
cinta pada kebersihan. Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada umatnya untuk
senantiasa menjaga kebersihan. Dengan menjaga kebersihan, tubuh kita akan sehat
dan kuat. Dalam syariat islam, ketika mengerjakan shalat diwajibkan bagi umat
islam agar bersih dari hadas dan najis, baik badan, pakaian, maupun tempat yang
dipergunakan untuk shalat.
Ada beberapa hadits Rasulullah SAW yang menekankan
untuk manjaga kebersihan bagi umat islam.
Hadits
Hadits Tentang Kebersihan
Hadits 1 :
Secara khusus, Rasulullah SAW memberikan perhatian
mengenai kebersihan dalam lima perkara sebagaimana sabdanya :
خَمْسٌ
مِنَ الْفِطْرَةِاَﻺِْسْتِخَوَادُ اَلخَتَانَ قَضَ الشَّارِبِ نَتَقَ
اﻺِْبْطِتَقْلِيْمُ اﻸَْظْفَار
Artinya : “Lima perkara
berupa fitrah, yaitu : memotong bulu kemaluan, berkhitan,
memotong kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku”. (HR Jama’ah)
Dari hadits tersebut,
yang perlu diperhatikan dalam kebersihan adalah :
a.
Memotong bulu kemaluan
Dengan maksud agar
kotoran dan bibit penyakit yang ada disekitarnya dapat dibersihkan.
b.
Berkhitan
Adalah memotong kulup
(kulit yang menutupi ujung kemaluan) dengan maksud untuk memudahkan
membersihkannya sehingga tidak ada sisa dari najis.
c.
Memotong Kumis
Dengan maksud agar tidak
ada kotoran dibawah lubang hidung yang mungkin terhisap pada waktu bernafas
yang mengakibatkan timbulnya penyakit.
d.
Mencabut Bulu Ketiak
Dengan maksud agar tidak
ada kotoran yang terlindungi oleh bulu ketiak yang sulit dibersihkan.
e.
Memotong Kuku
Dengan maksud agar tidak
ada kotoran dari ujung jari yang terhalang oleh kuku.
Hadits 2
اَلنَّظَافَةٌ مِنَ
اﻻِيْمَانِ٠﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍحمد﴾
Artinya : “Kebersihan itu sebagian dari iman”.
(HR. Ahmad)
Isi Kandungan :
1. Umat Islam wajib
menjaga kebersihan lahir dan batinnya.
2. Menjaga kebersihan
lahir dan batin merupakan ciri-ciri sebagian dari iman dalam kehidupannya.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa kebersihan
merupakan sebagian dari iman. Artinya seorang muslim telah memiliki iman yang
sempurna jika dalam kehidupannya ia selalu menjaga diri, tempat tinggal dan
lingkungannya dalam keadaan bersih dan suci baik yang bersifat lahiriyah
(jasmani) maupun batiniyah (rohani).
Hadits 3
اَﻻِسْلَامُ نَظِيْفٌ
فَتَنَظَّفُوْا فَاِنَّهُ ﻻَيَدْحُلُ الْجَنَّةَ اﻻَّ نَظِيْفٌ ٠﴿ﺮﻭﺍﻩ ﺍلبيهقى﴾
Artinya : “Agama Islam itu (agama) yang bersih,
maka hendaklah kamu menjaga kebersihan,
karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih”.
(HR. Baihaqy)
Isi Kandungan :
1. Bahwasanya Allah SWT
adalah dzat yang baik, bersih, mulia, dan bagus. Karena Allah menyukai hal-hal
demikian. Sebagai umat islam, maka kita harus memiliki sifat yang demikian pula
terutama dalam hal kebersihan lingkungan tempat tinggal.
2. Agama Islam adalah
agama yang lurus dan bersih dari ajaran kesesatan. Dengan demikian pemeluk
agama islam harus memiliki pola perilaku yang bersih dan hati yang suci dari
perkara hawa nafsu. Sebab seseorang yang demikian dijanjikan oleh Allah SWT
akan masuk surga.
3. Agama Islam adalah
agama yang bersih / suci karena agama slam mencintai kebersihan.
4. Umat islam hukumnya
wajib menjaga kebersihan lahir dan batinnya.
5. Orang-orang yang
senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batinnya akan masuk surga.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa agama islam
adalah agama yang suci. Untuk itu umat islam harus menjaga kebersihan, baik
kebersihan jasmani maupun rohani. Orang yang selalu bersih dan suci
mengindikasikan bahwa ia telah melaksanakan sebagian dari perintah agama dan
akan memperoleh fasilitas berupa surga di akherat kelak.
Hadits 4
اِنَّ ﷲَتَعَالَى طَيِّبٌ
يُحِبُّ الطَّيِّبَ نَظِيْفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةُ كَرِيْمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ
جَوَّادٌ يُحِبُّ الْجُوْدَ فَنَظَّفُوْااَفْنِيَتَكُمْ ٠﴿رواه التّرمذى﴾
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik, mencintai
kebaikan, bahwasanya Allah itu bersih, menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang
menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah menyukai keindahan, karena itu bersihkan
tempat-tempatmu”. (HR. Turmudzi)
Isi kandungan :
1. Allah maha baik,
Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan
2. Allah maha
suci/bersih, Allah mencintai orang-orang yang mencintai kebersihan / kesucian
3. Allah maha mulia,
Allah mencintai orang-orang yang berakhlak mulia
4. Allah maha Indah,
Allah mencintai orang-orang yang berbuat keindahan
5. Orang islam wajib
memelihara lingkungan tempat tinggalnya
Hadits ke-4 menjelaskan bahwa Allah SWT adalah
Dzat yang Maha Baik, Maha Suci, dan Maha Indah. Dia mencintai kebaikan,
kesucian, kemuliaan, dan keindahan. Agar kita dicintai Allah maka hendaknya
kita harus senantiasa berbuat kebajikan, menjaga kesucian (kebersihan lahir dan
batin), mengagungkan Allah SWT dan berbuat kemuliaan terhadap sesama manusia dan
menjadikan tempat tinggal dan lingkungannya terlihat teratur, tertib dan indah.
Hadits 5
اَنَّ رَسُوْلَﷲِ صَلَّىﷲُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَمَ رَجْلٌ يَمْشِى بِطَرِيْقٍ وَجَدَغُصْنَ شَوْكٍ
فَأَخَذَهُ فَشَكَرَﷲُ لَهُ فَغَفَرَلَهُ ٠﴿رواﻩ البخاري﴾
Artinya : “Bahwasanya rasulullah bersabda, Ketika
seorang laki-laki sedang berjalan di jalan, ia menemukan dahan berduri, maka ia
mengambilnya (karena mengganggunya). Lalu Allah SWT berterima kasih kepadanya
dan mengampuni dosanya”. (HR. Bukhari)
Hadits 6
عَنْ اَبِى مَلِكِ الْحَارِثِ
بْنِ عَاصِمِ الْاَشْعَرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ ﷲِ صَلَّىﷲُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الطَّهُوْرُ شَطْرُالْاِيْمَانِ والْحَمْدُالِلّٰهِ تَمْلَاءَ
الْمِيْزَانِ وَسُبْحَانَ ﷲِ وَالْحَمْدُ الِلّٰهِ تَمْلَاَنِ اَوْ تَمْلَاءَ
مَابَيْنَ السَّمَاءِ وَالْاَرْضِ وَالصَّلَاةُ نُوْرٌ وَالصَّدَقَتُ بُرْهَانٌ
وَالصَّبْرُضِيَاءٌ وَالْقُرْأَنُ حُجَّةٌ لَكَ هُوَ عَلَيْكَ اَلُ النَّاسِ
يَغْدُوْ فَبَاﺌِﻊُ نَفْسِهِ فَمُعْتِقُهَا اَوْمُوْبِقُهَا ٠﴿رواه مسلم﴾
Artinya : “Dari Abu Malik al-Haris ibn ‘Asim
al-Asya’arie r.a. beliau berkata : Rasulullah SAW telah bersabda, Kebersihan
itu sebagian daripada iman. Ucapan dzikir Al Hamdulillah memenuhi neraca
timbangan. Ucapan Dzikir Subkhanallah dan Al Hamdulillah keduanya memenuhi
ruangan antara langit dan bumi. Shalat itu adalah cahaya. Sedekah itu adalah
pelita. Sabar itu adalah sinaran. Al-Qur’an itu adalah hujah bagimu atau hujah
atasmu. Setiap manusia keluar waktu pagi, ada yang menjual dirinya, ada yang
memerdekakan dirinya dan ada pula yang mencelakakan dirinya”. (HR. Muslim)
Hal – hal Yang Harus Dilakukan Dalam
Menjaga dan Membiasakan Diri Hidup Bersih
1. Kebersihan Lahiriyah
a. Kebersihan Badan
Kebersihan badan ini meliputi kulit, rambut, kuku,
mulut, gigi, dan telinga. Agar kulit menjadi bersih dan sehat maka kita
bersihkan dengan cara mandi minimal 2 (dua) kali sehari. Rambut sebagai mahkota
harus kita jaga dan rawat agar tetap sehat dan rapi dengan cara dikeramas dan
dipotong sesuai kebutuhan. Mulut yang didalamnya juga terdapat gigi tidak boleh
luput dari perhatian kita untuk selalu dibersihkan dengan cara berkumur dan
menggosok gigi.
b. Kebersihan Pakaian
Pakaian merupakan kebutuhan pokok manusia yang
mempunyai fungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan
dinginnya udara. Karena pakaian itu selalu melekat pada tubuh kita maka
kebersihan pakaian harus kita jaga baik dari najis maupun kotoran lainnya
dengan cara dicuci dengan air yang suci dan mensucikan. Apalagi pakaian yang
dipakai untuk beribadah kepada Allah SWT harus suci dari najis.
c. Kebersihan Makanan
Salah satu ciri makhluk hidup ialah memerlukan
makan dan minum. Agar makanan dan minuman yang kita konsumsi dapat memberi
manfaat bagi tubuh maka harus diperhatikan tentang kebersihannya baik secara
lahir maupun hakikat asal makanan dan makanan itu. Secara lahir, sebelum diolah
dan dikonsumsi bahan makanan itu harus dibersihkan terlebih dahulu. Dan secara
hakikat, kita harus memperhatikan tentang halal dan tidaknya asal/sumber
makanan tersebut. Makan dan minumlah makanan dan minuman yang halalan dan
thayyiban. Halal (halalan) artinya secara hukum islam boleh dimakan dan
thayyiban artinya makanan dan minuman tersebut mengandung nilai gizi yang cukup
dan tidak menjadikan bahaya (madharat) bagi yang mengkonsumsinya.
d. Tempat Tinggal
Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan
pokok bagi setiap orang. Agar kita merasa nyaman dan kerasan tinggal di
dalamnya maka rumah harus dijaga dan dirawat, antara lain sebagai berikut :
1) Setiap pagi hari
pintu dan jendela hendaknya dibuka, agar terjadi sirkulasi udara.
2) Kaca-kaca pada
jendela dibersihkan agar terbebas dari debu dan kotoran lainnya.
3) Perkakas rumah
tangga seperti meja, kursi, lemari, bufet dan perkakas lainnya dibersihkan dan
diatur penempatannya sehingga tampak bersih dan rapi.
4) Lantai dan teras
rumah selalu disapu dan dipel sehingga terbebas dari kuman penyakit.
5) Kamar tidur, ruang
makan, kamar mandi dan ruang-ruang lain termasuk halaman dan pekarangan di
sekeliling rumah hendaknya selalu dibersihkan sehingga menjadikan penghuninya
menjadi sehat.
6) Agar rumah terlihat
rindang dan alami maka dapat ditanami pohon peneduh dan tanaman hias.
e. Tempat Ibadah
Allaw SWT menciptakan manusia tidak lain adalah
untuk baribadah kepadaNya. Ketentuan beribadah kepada Allah telah dicontohkan
lewat para utusanNya, yaitu para nabi/rasul, baik yang menyangkut tentang tata
cara, maupun yang berhubungan dengan tempatnya. Mengingat yang kita sembah
adalah Dzat yang maha Suci, maka tempat (masjid, musholla) yang kita gunakan
untuk beribadah harus dijaga kesuciannya dari najis.
f. Tempat Belajar
Sekolah sebagai tempat belajar dan mengajar harus
mendapatkan perhatian yang serius tentang kebersihan, kenyamanan, dan
keindahannya untuk proses pembelajaran. Sebab kelas yang bersih dan indah akan
menjadikan kegiatan pembelajaran menjadi nyaman. Sebaliknya, jika kondisi kelas
dalam keadaan kotor dan berantakan tentu akan mengganggu kenyamanan dan kurang
konsentrasi dalam belajar.
g. Tempat Umum /
Lingkungan Sekitar
Tempat-tempat umum yang melayani kepentingan
masyarakat seperti rumah sakit, kantor perbankan, terminal bus, stasiun kereta
api, bandar udara (bandara) dan pelabuhan/dermaga juga harus mendapatkan
perhatian yang serius tentang masalah kebersihannya. Untuk mewujudkan semua
itu, maka upaya yang dilakukan antara lain:
1) Mengangkat tenaga
khusus yang mengurus kebersihan.
2) Memasang papan
peringatan yang bertuliskan:
v Jagalah Kebersihan
v Terima kasih Anda
telah membuang sampah pada tempatnya
v Bersih Itu sehat dan
indah
2. Kebersihan
Batinniyah
Hati yang dipenuhi dengan niat dan pikiran yang
buruk akan melahirkan sikap dan perbuatan yang buruk. Untuk menjaga kebersihan
hati, kita harus selalu mengingat Allah SWT dan rajin berdo’a kepadaNya. Dengan
demikian, kita tidak akan mudah berpikir buruk apalagi melakukan perbuatan
buruk. Kita selalu yakin, Allah Maha Mengetahui segala perbuatan manusia, baik
yang tampak maupun yang tersembunyi.
Membersihkan kotoran yang melekat pada hati / jiwa kita akibat perbuatan
kita yang buruk seperti: ria, takabur, se’udzon, dengki, iri, sombong, dll.
Cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut, yaitu:
1. Bertaubat dengan
sungguh-sungguh kepada Allah SWT
2. Membaca istighfar
3. Menyesali
perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya yang buruk
4. Berusaha mengganti
dengan perbuatan-perbuatan yang baik & terpuji
5. Minta maaf kepada
yang bersangkutan jika mempunyai salah sekecil apapun kepada orang tersebut
DAFTAR PUSTAKA