Perkembangan Bahasa
A. Pengertian Perkembangan
Bahasa
Perkembangan bahasa merupakan kemampuan khas manusia yang paling kompleks
dan mengagumkan.Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau
sekaligus, tetapi bertahap.Kemajuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan
perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya.Perkembangan bahasa anak
ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak
dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks.
B. Tahap-tahap
Perkembangan Bahasa Anak
Tahapan perkembangan bahasa
anak dapat dibagi atas:
1. Tahap
Pralingustik (0 – 12 bulan)
Sebelum
mampu mengucapkan suatu kata, bayi mulai memperoleh bahasa ketika berumur
kurang dari satu tahun.Namun pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan
anak belumlah bermakna.Bunyi-bunyi itu berupa vokal atau konsonan tertentu
tetapi tidak mengacu pada kata atau makna tertentu. Untuk itulah sehingga
perkembangan bahasa anak pada masa ini disebut tahap pralinguistik (Tarigan,
1988; Tarigan dkk., 1998; Ellies dkk.,1989). Bahkan pada awalnya, bayi hanya
mampu mengeluarkan suara yaitu tangisan.Pada umumnya orang mengatakan bahwa
bila bayi yang baru lahir menangis, menandakan bahwa bayi tersebut merasa
lapar, takut, atau bosan.Sebenarnya tidak hanya itu saja terjadi.
Para
peneliti perkembangan mengatakan bahwa lingkungan memberikan mereka halangan
tentang apa yang dirasakan oleh bayi, bahkan tangisan itu sudah mempunyai nilai
komunikatif. Bayi yang berusia 4 – 7 bulan biasanya sudah mulai mengahasilkan
banyak suara baru yang menyebabkan masa ini disebut masa ekspansi
(Dworetzky, 1990). Suara-suara baru itu meliputi: bisikan, menggeram, dan
memekik. Setelah memasuki usia 7 – 12 bulan, ocehan bayi meningkat pesat
dikenal dengan masa connical.
2. Tahap Satu-Kata (12 – 18 bulan)
Pada masa
ini, anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki arti yang
mewakili keseluruhan idenya.Satu-kata mewakili satu atau bahkan lebih frase
atau kalimat.Kata-kata pertama yang lazim diucapkan berhubungan dengan
objek-objeknyata atau perbuatan.Kata-kata yang sering diucapkan orang tua
sewaktu mengajak bayinya berbicara berpotensi lebih besar menjadi kata pertama
yang diucapkan si bayi.
Memahami
makna kata yang diucapkan anak pada masa ini tidaklah mudah.Untuk menafsirkan
maksud tuturan anak harus diperhatikan aktivitas anak itu dan unsur-unsur
non-linguistik lainnya seperti gerak isyarat, ekspresi,dan benda yang ditunjuk
si anak.Mengapa begitu?Menurut Tarigan dkk, (1998)ada dua penyebab, yaitu
sebagai berikut.
Pertama, bahasa anak masih terbatas sehingga belum memungkinkan mengekspresikan
ide atau perasaannya secara lengkap. Keterbatasan berbahasanya diganti dengan
ekspresi muka, gerak tubuh, atau unsur-unsur nonverbal lainnya.
Kedua, apa yang diucapkan anak adalah sesuatu yang paling menarik perhatiannya
saja. Sehingga, tanpa mengerti konteks ucapan anak, kita akan kesulitan untuk
memahami maksud tuturannya.
Walaupun
memahami makna kata yang diucapkan anak pada masa ini tidaklah mudah, tetapi
komunikasi aktif dengan si anak sangat penting dilakukan. Untuk dapat
berbicara, anak perlu mengetahui perbendaharaan katayang akan disimpan di
otaknya dan ini bisa didapat ketika orang tua mengajak bicara. Selain itu, yang
perlu diperhatikan dalam menghadapi anak yang memasuki usia ini adalah“jangan
memakai bahasa bayi untuk anak-anak, melainkan dengan orang dewasa.” Maksudnya,
ucapkanlah dengan bahasa yang seharusnya di dengar sehingga si anak juga
terpacu untuk berkomunikasi dengan baik.
3. Tahap
dua-kata (18 – 24 bulan)
Pada masa
ini, kebanyakan anak sudah mulai mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata
yang diucapkan ketika masih tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan
pendek tanpa kata penunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharusnya
digunakan. Pada tahap dua kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata
tetapi belum dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis
kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selain itu, anak belum dapat
menggunkan pronomina saya, aku, kamu, dia, mereka, dan sebaginya.
4. Tahap
banyak-kata (3 – 5 tahun)
Pada saat
anak mencapai usia 3 tahun, anak semakin kaya dengan perbendaharaan kosakata.
Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat pertanyaan, penyataan negatif, kalimat
majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Terkait dengan itu, Tompkins dan
Hoskisson dalam Tarigan dkk. (1998) menyatakan bahwa pada usia 3 – 4 tahun,
tuturan anak mulai lebih panjang dan tatabahasanya lebih teratur. Dia tidak
lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga atau lebih. Pada umur 5 – 6 tahun,
bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa.Sebagian besar aturan
gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa serta panjang tuturannya semakin
bervariasi. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara untuk
berbagai keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.
Seiring
dengan perkembangan bahasa, berkembang pula penguasaan anak-anak atas sistem
bahasa yang dipelajarinya. Sistem bahasa itu terdiri atas subsistem, yaitu:
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatic.
Perkembangan Fonologis
Sebelum
masuk SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi bahasa, tetapi masih ada
beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan tepat. Menurut Woolfolk (1990)
sekitar 10 % anak umur 8 tahun masih mempunyai masalah dengan bunyi s, z, v.
Hasil penelitian Budiasih dan Zuhdi (1997) menunjukkan bahwa anak kelas dua
dan tiga melakukan kesalahan pengucapan f, sy, dan ks diucapkan p,
s, k. Terkait dengan itu, Tompkins (1995) juga menyatakan bahwa ada
sejumlah bunyi bahasa yang belum diperoleh anak sampai menginjak usia kelas
awal SD, khususnya bunyi tengah dan akhir, misalnya v, zh, sh,ch. Bahkan
pada umur 7 atau 8 tahun anak masih membuat bunyi pengganti pada bunyi konsonan
kluster. Kaitannya dengan anak SD di Indonesia diduga pun mengalami kesulitan
dalam pengucapan r, z, v, f, kh, sh, sy, x, dan bunyi kluster misalnya str,
pr, pada kata struktur dan pragmatik.
Perkembangan Morfologis
Afiksasi
bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang kompleks. Hal ini terjadi
karena satu kata dapat berubah makna karena proses afiksasinya (prefiks,
sufiks, simulfiks) berubah-ubah. Zuhdi dan Budiasih (1997) menyatakan bahwa
anak-anak mempelajari morfem mula-mula bersifat hapalan. Hal ini kemudian
diikuti dengan membuat simpulan secara kasar tentang bentuk dan makna morfem.
Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini dimulai pada priode
prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa adolesen.
Perkembangan Sintaksis
Brown dan
Harlon (dalam Nurhadi dan Roekhan, 1990) berkesimpulan bahwa kalimat awal anak
adalah kalimat sederhana, aktif, afirmatif, dan berorientasi berita. Setelah
itu, anak baru menguasai kalimat tanya, dan ingkar. Berikutnya kalimat anak
mulai diwarnai dengan kalimat elips, baik pada kalimat berita, tanya, maupun
ingkar. Sedangkan menurut hasil pengamatan Brown dan Bellugi terhadap
percakapan anak, memberi kesimpulan bahwa ada tiga macam cara yang biasa
ditempuh dalam mengembangkan kalimat, yaitu: pengembangan, pengurangan,
dan peniruan.
Dilihat dari
segi frase, menurut Budiasih dan Zuchdi (1997) bahwa frase verba lebih sulit
dikuasai oleh anak SD dibanding dengan frase nomina dan frase lainnya.
Kesulitan ini mungkin berkaitan dengan perbedaan bentuk kata kerja yang
menyatakan arti berbeda. Misalnya ditulis, menuliskan, ditulisi, dan
seterusnya. Dari segi pola kalimat lengkap, anak kelas awal cenderung
menggunakan struktur sederhana bila berbicara. Mereka sudah mampu memahami
bentuk yang lengkap namun belum dapat memahamai bentuk kompleks seperti kalimat
pasif (Wood dalam Crown, 1992). Menurut Emingran siswa kelas atas SD
menggunakan struktur yang lebih kompleks dalam menulis daripada dalam berbicara
(Tompkins, 1989).
Perkembangan Semantik
Selama
periode usia sekolah dan dewasa, ada dua jenis penambahan makna kata. Secara
horisontal, anak semakin mampu memahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan
nuansa makna yang agak berbeda secara tepat. Penambahan vertikal berupa
penambahan jumlah kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat (Owens
dalam Budiasih dan Zuchdi, 1997). Menurut Lindfors, perkembangan semantik
berlangsung dengan sangat pesat di SD. Kosa kata anak bertambah sekitar 3000
kata per tahun (Tompkins,1989).
Kemampuan
anak kelas rendah SD dalam mendefinisikan kata meningkat dengan dua cara. Pertama,
secara konseptual yakni dari definisi berdasar pengalaman individu ke makna
yang bersifat sosial atau makna yang dibentukbersama. Kedua, anak
bergerak secara sintaksis dari definisi kata-kata lepas kekalimat yang
menyatakan hubungan kompleks (Owens, 1992).
Menurut
Budiasih dan Zuchdi (1997), anak usia SD sudah mampu mengembangkan bahasa
figuratif yang memungkinkan penggunaan bahasa secara kreatif. Bahasa figuratif
menggunakan kata secara imajinatif, tidak secara literal atau makna sebenarnya
untuk menciptakan kesan emosional. Yang termasuk bahasa figuratif adalah (a)
ungkapan, (b)metafora, (c) kiasan, (d) pribahasa.
Perkembangan Pragmatik
Perkembangan
pragmatik atau penggunaan bahasa merupakan hal paling penting dibanding
perkembangan aspek bahasa lainnya pada usia SD. Hal inipada usia prasekolah
anak belum dilatih menggunakan bahasa secara akurat, sistematis, dan menarik.
Berbicara tentang pragmatik ada 7 faktor penentu yang perlu dipahami anak (1)
kepada siapa berbicara (2) untuk tujuan apa, (3) dalam konteks apa, (4) dalam
situasi apa, (5) dengan jalur apa, (6) melalui media apa, (7) dalam peristiwa
apa (Tarigan, 1990). Ke-7 faktor penentu komunikasi tersebut berkaitan erat
dengan fungsi (penggunaan) bahasa yang dikemukakan olehM.A.K Halliday: instrumental,
regulator, interaksional, personal, imajinatif, heuristik, dan informatif.
C. Faktor-faktor Perkembangan
Bahasa Anak
Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi
perkembangan bahasa, yaitu:
a. Kognisi (Proses Memperoleh
Pengetahuan). Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi
cepat lambatnya perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan
sebelumnya bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara pikiran dengan bahasa
seseorang.
b. Pola Komunikasi Dalam Keluarga.
Dalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak arah akan mempercepat
perkembangan bahasa keluarganya.
c. Jumlah Anak Atau Jumlah
Keluarga. Suatu keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga, perkembangan
bahasa anak lebih cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi dibandingkan
dengan yang hanya memiliki anak tunggal dan tidak ada anggota lain selain
keluarga inti.
d. Posisi Urutan Kelahiran. Perkembangan
bahasa anak yang posisi kelahirannya di tengah akan lebih cepat ketimbang anak
sulung atau anak bungsu. Hal ini disebabkan anak sulung memiliki arah
komunikasi ke bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah komunikasi ke atas
saja.
e. Kedwibahasaan (Pemakaian dua
bahasa). Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari
satu atau lebih bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang yang
hanya menggunakan satu bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa
secara bervariasi. Misalnya, di dalam rumah dia menggunakan bahasa sunda dan di
luar rumah dia menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam
bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan bahwa
perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan,
intelegensi, statsus sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
D. Hambatan Perkembangan Bahasa Anak
Keterlambatan berbicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian akademis dan
pribadi anak, pengaruh yang paling serius adalah terhadap kemampuan membaca
pada awal anak masuk sekolah.Banyak penyebab keterlambatan bicara pada
anak.Salah satu penyebab tidak diragukan lagi paling umum dan paling serius
adalah ketidakmampuan mendorong/memotivasi anak berbicara, bahkan pada saat
anak mulai berceloteh. Apabila anak tidak diberikan rangsangan (stimulasi)
didorong untuk berceloteh, hal ini akan menghambat penggunaan didalam
berbahasa/kosa kata yang baik dan benar.
Kekurangan dorongan tersebut
merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak. Anak-anak dari golongan
yang lebih atau menengah yang orang tuanya ingin sekali menyuruh mereka (anak)
belajar berbicara lebih awal (cepat) dan lebih baik, sangat kurang
kemungkinannya mengalami keterlambatan berbicara pada anak.Sedangkan anak yang
berasal dari golongan yang lebih rendah yang orang tuanya tidak mampu
memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah kekurangan waktu/karena mereka
tidak menyadari betapa pentingnya suatu perkembangan bicara pada anak didik
tersebut.
Gangguan/bahaya didalam perkembangan bicara pada anak yaitu :
1. Kelemahan didalam berbicara (berbahasa) kosa kata,
2. Lamban mengembangkan suatu bahasa/didalam berbicara,
3. Sering kali berbicara yang tidak teratur,
4. Tidak konsentrasi didalam menerima suatu kata (bahasa) dari orang
tua/guru.
Perkembangan berbicara
merupakan suatu proses yang sangat sulit dan rumit. Terdapat beberapa kendala
yang sering kali dialami oleh anak, antara lain:
1. Anak cengeng.
Anak yang sering kali menangis
dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak.
Dari segi fisik, gangguan tersebut dapat berupa kurangnya energi sehingga
secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan
psikis yang muncul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang
tuanya, atau anggota kcluarga lain. Sedangkan reaksi sosial terhadap tangisan
anak biasanya bernada negatif. Oleh karena itu peranan orang tua sangat penting
untuk menanggulangi hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan komunikasi
yang efektif bagi anak.
2. Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
Sering kali anak tidak dapat
memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini
disebabknn kurangnya perbendaharaan kata pada anak. Di samping itu juga
dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat cepat dengan mempergunakan
kata-kata yang belum dikenal oleh anak. Bagi keluarga yang menggunakan dua
bahasa (bilingual) anak akan lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami
pembicaraan orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang
tua hendaknya selalu berusaha mencari penyebab kesulitan anak dalam memahami
pembicaraan tersebut agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak
kurang mengerti dan bahkan salah mengintepretasikan suatu pembicaraan.
Pembelajaran dan Pemerolehan Bahasa
A. Pengertian Akuisisi Bahasa (Pemerolehan Bahasa)
Pemerolehan
bahasa (language acquisition) adalah proses manusia
mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata
untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan
seperti sintaksis, fonetik,
dan kosakata
yang luas. Bahasa
yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan
atau manual seperti pada bahasa isyarat.
Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang
mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu
mereka serta pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan
oleh anak-anak atau orang dewasa.
Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung didalam otak kanak-kanak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa
biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama,
sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003).
Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang
berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999;Musfiroh, 2002)
Ragam Pemerolehan Bahasa
Ragam
pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut pandang, sebagai berikut:
a. berdasarkan bentuk:
a. berdasarkan bentuk:
Ø pemerolehan
bahasa pertama
Ø perolehan
bahasa kedua
Ø pemerolehan
bahasa ulang (Klein, 1986).
b. berdasarkan urutan:
Ø pemerolehan
bahasa pertama
Ø pemerolehan
bahasa kedua (Winits, 1981; Stevens, 1984).
c. berdasarkan
jumlah:
Ø pemerolehan
satu bahasa
Ø pemerolehan
dua bahasa ( Gracia, 1983).
d. berdasarkan
media:
Ø pemerolehan
bahasa lisan
Ø pemerolehan
bahasa tulis (Freedman, 1985).
e. berdasarkan
keaslian:
Ø pemerolehan
bahasa asli
Ø pemerolehan
bahasa asing (Winits, 1981).
D. Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa
Urutan
perkembangan pemerolehan bahasa dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Perkembangan Prasekolah
Dibagi lagi
atas:
1. Perkembangan
Pralinguistik
Ada
kecenderungan untuk menganggap bahwa perkembangan bahasa anak-anak mulai
tatkala dia mengatakan kata-pertamanya, yang menjadi tugas para ibu untuk
mencatatnya/merekamnya pada buku bayi anak tersebut. Tetapi riset bayi medorong
bahkan memaknai kita untuk menolak dugaan ini danmengakui fakta-fakta
perkembangan komunikasi sejak lahir.Dua jenis fakta yang dikutip oleh para
peneliti untuk menunjang teori pembawaan lahir mereka adalah:
(i) kehadiran
pada waktu lahir struktur-struktur yang diadaptasi dengan baik bagi bahasa ( walaupun pada permulaan tidak dipakai
buat bahasa); dan
(ii) kehadiran
perilaku-perilaku sosial umum dan juga kemampuan-kemampuan khusus bahasa pada beberapa bulan pertama kehidupan.
2. Tahap Satu Kata
Merupakan
suatu dugaan umum bahwa san anak pada satu kata terus menerus berupaya
mengumpulkan nama-nama benda dan orang di dunia.
3. Ujaran
Kombinatori Permulaan
Perkembangan
bahasa permulaan tiga orang anak dalam jangka waktu beberapa tahun yang
hasilnya bahwa panjang ucapan anak kecil merupakan petunjuk atau indicator
perkembangan bahasa yang lebih baik daripada usia kronologis. (Brown (et all),
1973).
4. Perkembangan Interogatif
4. Perkembangan Interogatif
Ada
tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan pertanyaan, yaitu:
• pertanyaan menuntut jawaban YA atau TIDAK
• pertanyaan menuntut jawaban YA atau TIDAK
• pertanyaan
menuntut INFORMASI
• pertanyaan menuntut jawaban SALAH SATU
DARI YANG BERLAWANAN (atau “POLAR”).
5. Perkembangan Penggabungan Kalimat
5. Perkembangan Penggabungan Kalimat
Berikut
beberapa contoh bagaimana cara menggabungkan proposisi-proposisi itu:
• Penggabungan dua proposisi atau klausa yang berstatus setara:
• Penggabungan dua proposisi atau klausa yang berstatus setara:
Ini buku dan Ninon membacanya.
• Penggabungan
satu proposisi merupakan yang lebih unggul daripada yang satu lagi (yang menerangkan suatu nomina dalam proposisi itu) :
(benda) yang Ninon baca itu adalah
buku.
• Penggabungan
dua proposisi yang berstatus dalam kaitan waktu:
Waktu Ninon membaca buku itu, ada
halaman yang sobek.
• Penggabungan
dua proposisi yang berstatus tidak sama dalam hubungan sebab-akibat:
Ninon melem halaman buku itu karena
sobek.
• Satu
proposisi mengisi “kekosongan” yang lainnya:
Kamu mengetahui bahwa Ninon membaca
buku sejarah. (Dari : Kami mengetahui “sesuatu”).
6. Perkembangan Sistem Bunyi
6. Perkembangan Sistem Bunyi
Terdapat
beberapa persesuaian perkembangan pemerolehan bunyi (periode pembuatan
pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama) :
* periode vokalisasi dan prameraban
* periode meraban
Clark
dan Clark (1977) menemukan fakta-fakta bagi representasi berdasarkan orang dewasa dalam kenyataan bahwa:
·
anak-anak mengenali
makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang
mereka dengar.
·
anak-anak menukar /
mengganti ucapan mereka dari waktu ke waktu mebuju ucapan orang dewasa
·
apabila anak-anak mulai
menghasikan segmen bunyi tertentu (seperti /s/, maka hal itu menyebar kepada
kata-kata lain dalam pembendaharaan mereka, tetapi bukan kepada kata- kata yang
tidak merupakan perbedaan mereka, sesuai dengan ucapan orang dewasa.
b. Perkembangan Masa Sekolah
Perkembangan
bahasa pada masa-masa sekolah terutama sekali dapat dibedakan dengan jelas
dalam tiga bidang, yaitu:
• STRUKTUR
BAHASA, perluasan dan penghalusan terus-menerus mengeani semantik dan sintaksis (dan taraf yang lebih kecil,
fonologi).
• PEMAKAIAN
BAHASA, peningkatan kemampuan menggunakan bahasa secara lebih efektif melayani aneka fungsi dala situasi-situasi
komunikasi yang beraneka ragam.
• KESADARAN
METALINGUISTIK, pertumbuhan kemampuan untuk memikirkan, mempertimbangkan, dan berbicara mengenai bahasa sebagai
sandi atau kode formal.
1. Struktur Bahasa
1. Struktur Bahasa
Pertumbuhan
semantik sang anak berlangsung terus-menerus karena pengalamannya bersambung
dan meluas, yang tentu saja mengandung pengertian bahwa sekolah mempunyai
peranan yang sangat penting. Pengalaman-pengalaman baru menuntut pertumbuhan
dalam system semantik sang anak.
2. Pemakaian
Bahasa
Clark
& Clark (1977) mengatakan bahwa: “anak-anak membangun struktur dan fungsi
pada waktu yang bersamaan. Sebaik mereka belajar lebih banyak struktur, maka
mereka memperoleh lebih banyak sarana untuk menyampaikan fungsi yang
berbeda-beda. Dan sebaiknya mereka mempelajari banyak fungsi, maka mereka
memperluas pemakaian tempat berbagai struktur diterapkan.”
3. Kesadaran
Metalinguistik
Ialah
kemampuan membuat bentuk-bentuk bahasa menjadi tak tembus cahaya dan
menyelesaikan diri di dalam dan untuk diri mereka sendiri” (Cazden, 1974).
E. Mekanisme Umum bagi Pemerolehan Bahasa
Menurut
Jeans A. Rondal, berdasarkan data-data yang dia gunakan, agaknya dapat
disarankan adanya suatu mekanisme makroumum bagi pemerolehan pemakaaian bahasa
(pertama) pada diri sang anak. Salah satu manfaat mekanisme umum adalah bahwa
mekanisme itu membuat suatu wadah yang jelas bagi penentu-penentu antar pribadi
dalam proses pemerolehan bahasa pertama.
F. Kerangka Bagi Teori Pemerolehan Bahasa
Kenneth
Wexler dan Peter W. Clicoper mengemukakan bahwa teori pemerolehan bahasa
pertama dapat dilihat sebaga tiga serangkai (G.1 PBB) yang menyatakan bahwa :
1. G
adalah suatu kelas gramatika (gramatika yang tepat)
2. I adalah
suatu kelas perangkat “input”
yang tepat ataupun data masukan (tata bahasa atau
M(T) dari tata bahasa T dalam G.
3. PBB adalah
suatu prosedur belajar bahasa yang memetakan berbaga infut ke dalam gramatika.
Masukan atau infut bagi sang anak
terdiri dari kalimat-kalimat yang terdengar dalam konteks. Keluaran atau output
belajar bahasa merupakan suatu system kaidah bagi bahasa orang dewasa.
Yang menjadi masalah ialah bahwa tidak ada hubungan langsung antara tipe-tipe informasi dalam keluaran. Pembicaraan pada bab ini mengenai masalah pokok mendorong sang anak mulai membentuk tipe kaidah yang tepat bagi bahasa-bahasa alamiah. “masalah kemandirian” atau “masalah keberdikarian” ini merupakan masalah pertama yang harus dipecakan dan diselesaikan oleh seseorang dalam merencanakan serta merancang model-model pemerolehan bahasa.
Yang menjadi masalah ialah bahwa tidak ada hubungan langsung antara tipe-tipe informasi dalam keluaran. Pembicaraan pada bab ini mengenai masalah pokok mendorong sang anak mulai membentuk tipe kaidah yang tepat bagi bahasa-bahasa alamiah. “masalah kemandirian” atau “masalah keberdikarian” ini merupakan masalah pertama yang harus dipecakan dan diselesaikan oleh seseorang dalam merencanakan serta merancang model-model pemerolehan bahasa.
Perbandingan Pembelajaran Bahasa dengan
Pemerolehan Bahasa
Pembelajaran
Bahasa
1.
Berfokus pada bentuk-bentuk bahasa
2.
Keberhasilan didasarkan pada penguasaan bentuk-bentuk bahasa
3.
Pembelajaran ditekankan pada tipe-tipe bentuk dan struktur bahasa
aktivitas dibawah perintah guru
4.
Koreksi kesalahan sangat penting untuk mencapai tingkat penguasaan
5.
Belajar merupakan proses sadar untuk menghafal kaidah, bentuk, dan
struktur
6.
Penekanan pada kemampuan produksi mungkin dihasilkan dari
ketertarikan pada tahap awal
Pemerolehan Bahasa
1.
Berfokus pada komunikasi penuh makna
2.
Keberhasilan didasarkan pada penggunaan bahasa untuk melaksanakan
sesuatu
3.
Materi ditekankan pada ide dan minat anak aktivitas berpusat pada anak
4.
Kesalahan merupakan hal yang
wajar
5.
Pemerolehan merupakan proses bawah sadar dan terjadi
melalui pemajanan dan masukan yang dapat
dipahami anak
6.
Penekanan pada tumbuhnya kecakapan bahasa secara alamiah
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar